Kamis, 23 Agustus 2012

BLUR: No Distance Left To Run


Lebih dari Sekedar Teman Nge-Band




Ada banyak DVD dokumenter band yang beredar di dunia ini, legendaris atau tidaknya tergantung bagaimana Anda memandang band tersebut. Ada dokumenter yang tragis, menginspirasi, ataupun yang penuh haru berkat cerita yang dijadikan angle dalam film tersebut. Sejumlah band yang mengeluarkan dokumenter biasanya memang punya fans fanatik yang setia pada musik dan gaya hidup band tersebut. Bisa berkisah tentang perjalanan dari panggung ke panggung atau bahkan spesifik mengangkat satu cerita yang paling menonjol dari band. Yang jelas dari dokumenter sebuah band kita serasa sedang melihat para personilnya curhat dengan meminjam bingkai kacamata si sutradara film, entah dalam bentuk wawancara langsung atau bahasa visual diiringi lagu karya band itu sendiri. Dari sekian sedikit dokumenter band yang pernah saya tonton sejauh ini, dvd BLUR: No Distance Left To Run merupakan film paling berkesan bagi saya. Pandangan yang subyektif ini tentu berlandaskan kecintaan saya pribadi terhadap mereka, atau lebih tepatnya band-band satu generasi dengan Blur. Lebih dari itu, dokumenter ini menceritakan perjalanan naik-turun, lepas-terikat, jauh-dekat sebuah persahabatan yang diiringi puluhan lagu keren hasil 'jamming' mereka. 






Namun harus diakui bahwa kehadiran Blur dalam industri musik Inggris, ataupun dunia, memberi dorongan pada sebuah gelombang yang lebih besar, yang selama ini kita kenal dengan istilah 'Britpop'. Meskipun Blur bukan satu-satunya pendekar dalam ilmu persilatan ini, band ini punya lirik-lirik lagu penanda sebuah generasi pasca-Thatcher. Band ini juga terbentuk bukan hanya dari pertemenan kuliahan semata, tetapi juga persahabatan yang dimulai sejak kecil. Mereka pernah merajai tangga lagu Inggris, beberapa kali jadi Artist of The Month MTV, bersaing dengan band satu angkatan 'OASIS', hingga akhirnya ditinggalkan satu personil handalnya Graham Coxon. Seluruh latar belakang tersebut lebih dari cukup untuk membungkus dokumenter ini. 

Yang menarik dari kisah drama bumbu britpop-nya BLUR adalah akhir kisah mereka hingga detik ini. Jika ada banyak band yang ditinggal personilnya berakhir dengan bubar, punya band berformasi baru atau bahkan bikin band baru, BLUR punya dasar yang lebih kuat dibandingkan harus bubar selama-lamanya. Di tahun 2000 setelah album "13" menguasai tangga lagu di mana-mana dengan single Song 2, Coffee & TV, dan Tender, Graham Coxon keluar dari band untuk kemudian memproduksi album solo. Keluarnya Graham Coxon yang dianggap sangat berpengaruh dalam musikalitas Blur membuat semua personil kecewa, walaupun di satu sisi membuat media berbahagia punya bahan cerita. TIdak ada yang tahu pasti (baik media ataupun para fans) apa penyebab perpecahan ini. Yang ada hanya berita media menjadikan kisah ini drama dalam panggung musik anak muda pada zamannya. Seperti yang saya bahas sebelumnya, dokumenter ini memberi kesempatan masing-masing personil untuk curhat dan memaparkan apa yang sebenarnya terjadi dan mereka rasakan di saat ambang kehancuran tersebut. 

Dokumenter ini direkam sejak tahun 2008, saat pertama kali BLUR mengumumkan bahwa mereka akan kembali ke panggung dengan formasi seperti sedia kala di konser Hyde Park London Juli 2009. Berita ini menggemparkan dunia musik Inggris mengingat kisah mereka berakhir setelah perginya Graham Coxon dan album Think Tank yang dianggap 'berbeda' dari musikalitas BLUR. Film dimulai dengan sesi awal mereka kembali lagi ke dalam studio. Mereka memulai band dengan badan kurus dan rambut belah samping, kini mereka berkumpul lagi di studio dengan perut buncit dan sedikit keriput. Adegan bercanda antara Damon dan Graham menjadi bahasa visual yang menjawab rasa penasaran. Lewat latihan-latihan band ini mereka terlihat tidak terlalu bermasalah dengan yang namanya 'chemistry' setelah 7 tahun berpisah. Satu pernyataan Damon yang berkata  "Kami semua adalah anak laki-laki yang tidak punya saudara laki-laki dalam keluarga, jadi BLUR seperti sebuah persaudaraan laki-laki (broterhood) dalam arti nyata".

Berangkat dari nostalgia masa kecil Damon dan Graham, film ini menjembatani kisah kilas balik dengan alur yang rapih tapi tidak membosankan. Tur-tur reuni mereka di panggung-panggung awal seperti Goldsmith Student Union dan Colchester membuat cerita kenangan mereka lebih kontekstual. Wawancara dengan masing-masing personil juga mampu menyingkap pemikiran dan tujuan mendasar dari BLUR itu sendiri. Sebagai sebuah band yang dibaptis menjadi pionir Britpop, ternyata Graham Coxon dan personil lainnya tidak pernah mencetuskan istilah tersebut. Di satu sisi, Damon mengakui bahwa semangat "nasionalisme"-nya menanggapi serbuan budaya populer Amerika ke Inggris, menjadi ambisi tersendiri untuk 'menguasai' dunia musik Inggris. Perjalanan BLUR dari scene indie hingga meraih penghargaan Brit Awards memberikan gambaran bagaimana tekanan industri dan popularitas berdampak pada salah satu personil mereka, Graham Coxon. Mungkin BLUR adalah satu dari banyak band yang tidak menduga mereka akan berada dalam titik puncak yang kental dengan gosip media dan motivasi komersil. Seperti yang dikemukakan oleh Graham Coxon dalam wawancara, apa yang mereka capai di album 13 bukanlah sesuatu yang Ia bayangkan dan idamkan sebelumnya. 

Dalam fase vakum mereka, masing-masing personil menjalani kehidupan dan proyekannya masing-masing. Banyak hal lucu yang diceritakan oleh para personil tentang fase ini, seperti bagaimana Graham Coxon berusaha untuk menghindar dari Damon ketika melihatnya di kebun binatang di London. Fans adalah alasan paling kuat bagi sebuah band bertahan atau berkumpul lagi. Sensasi ribuan orang bernyanyi bersama dan mengelu-elukan BLUR menjadi hal yang paling dirindukan oleh semua personil. Dokumenter ini memaparkan dengan jelas saat-saat mereka masih muda dan berbahaya bermusik tanpa beban, mencapai puncak dan menikmati kesuksesan, berselisih cara pandang hingga kemudian pecah, masa-masa refleksi masing-masing personil saat vakum, hingga reuni kembali untuk saling memaafkan dan berkarya dengan konteks saat ini. 

Dokumenter BLUR tidak bertele-tele sehingga durasinya cukup dan tidak membosankan (98 menit). Diselingi dengan aksi-aksi pangung serta bumbu kisah cinta Fairy Britpop Tale Damon Albarn dan Justine  Frischman, film ini seru. Melihat betapa sebuah persahabatan menjadi dasar yang paling penting dan bermakna dalam sebuah band, bukan band dengan masing-masing personil yang butuh nge-band. BLUR adalah sekumpulan laki-laki seperti saudara sendiri yang butuh persahabatan untuk nge-band. Dengarkan saat mereka manggung memainkan Tender, simak ketika semua penonton saling bersautan menyanyikan part "oh my baby, oh my, oh my". Momen yang bisa membuat semua personil BLUR terharu dan dijamin membuat penonton filmnya merinding. 





0 comments:

 
design by suckmylolly.com