Minggu, 20 Juli 2008

Let's talk about Feminism



Mungkin bisa dibilang ini suatu kebetulan, mungkin juga tidak. Beberapa hari dalam minggu saya ini diisi dengan isu feminisme. Dimulai dengan membaca blog seorang teman yang mendapatkan verbal abuse karena dianggap feminis, percakapan dengan seorang teman pria yang menolak perempuan yang lebih dari dia, hingga himbauan orang tua sendiri bahwa feminisme itu melawan kodrat dan alquran. Saya bingung, ketiga orang yang saya sebutkan diatas (termasuk yang melakukan verbal abuse pd teman saya) adalah orang-orang yang saya 'kira' berpikiran terbuka dan terbebaskan. Tapi ternyata memang benar kata para feminis, perjuangan masih sangat panjang dan begitu sulit.

Peristiwa-peristiwa tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan di benak saya dan yang utama adalah "Salahkah menjadi seorang feminis?". Bukan hanya kaum pria yang 'seram' dengan kata feminisme, perempuan pun masih banyak yang enggan disebut feminis walaupun mereka sudah memperjuangkan hak perempuan. "Se'seram' itukah para feminis dengan paham feminismenya?" oke,,, kalau memang seram, Di mana letak ke'seram'annya? Anda jawab saja di dalam hati.

Penganut budaya timur menganggap feminisme itu budaya barat dan bagi yang di 'timur' barat itu buruk. Kaum yang berada di sisi 'kanan' menilai bahwa feminisme itu 'kiri' dan bagi yang berada di jalur kanan (emangnya tol?), kiri itu membahayakan. Phiuh...gimana klo kita ganti jadi kanan kiri oke?hehehe emangnya film warkop! Feminisme mendapatkan cap 'segitunya' mulai dari melawan kodrat perempuan hingga memperjuangkan apa yang seharusnya 'tidak' diperjuangkan. Katanya perempuan itu sudah punya peran dan penempatannya sendiri jadi tidak perlu ia merebut peran atau tempat laki-laki.

Phiuhh... saya banyak menghela nafas karena perasaan di dalam diri saya seperti perih sendiri jika mendengar cap-cap itu. Banyak kenalan saya yang melabeli saya feminis, terlebih sejak saya bergabung dalam jurnal perempuan. Lalu bagaimana menurut saya sendiri? Apakah saya juga malu mengakui bahwa saya feminis? Begini... saya adalah seseorang yang tidak sanggup melihat berbagai bentuk penindasan karena itu saya mau berjuang sepenuhnya untuk melawannya. Saya sangat menghormati hak-hak asasi manusia, saya juga yakin bahwa tidak ada yang berbeda dari kita semua yang berada dalam kategori "Manusia". Tampilan fisik dan hal-hal biologis itu bukan alasan untuk menindas seseorang baik dalam jenis kelamin atau warna kulit. Saya punya mimpi dunia itu damai dan semua bisa saling menghargai. Bicara soal peran perempuan atau laki-laki, buat saya itu hal yang sangat bisa di-switch. Oke peran ibu? banyak ayah single parents yang bisa menjalani peran itu. Melahirkan itu proses tapi bukan pelimpahan tanggung jawab karena melahirkan itu proses output yang didahului input bersama jadi tanggung jawabnya juga bersama. Tidak selamanya laki-laki bisa bertahan dalam peran yang sama begitu juga sebaliknya maka saya menyimpulkan hal ini bisa dinegosiasikan lagi. Sebenarnya simpel, saya sebagai perempuan tidak ingin dianggap tidak mampu, tidak boleh, dan tidak2 lainnya hanya karena saya 'perempuan'. It doesn't make any sense to me. kenapa kita tidak saling bekerja sama dan bergandengan tangan untuk mencapai dunia yang lebih baik. Utopiskah itu? saya yakin tidak. biar saja banyak yang menganggap utopis toh saya juga tahu banyak juga yang tidak menganggap ini utopis.

berdasarkan kamus Oxford feminsme atau feminism itu

"the advocacy of women's rights on the grounds of political, social, and economic equality to men."

ada kata equal di situ jadi ini kedudukan yang seimbang bukan siapa yang di atas, vice versa. Banyak yang bilang keseimbangan itu tidak mungkin ada atau bisa. Bagaimana kalau bukan keseimbangan tapi proses untuk mencapai keseimbangan yang dihargai itulah yang mungkin dan pasti bisa. Saya tidak mau sok-sok ngaku feminis toh label itu datangnya dari orang luar dan saya tidak pernah takut atau malu menjadi seorang feminis. Saya bangga jika saya bisa turut berperan dalam proses mencapai keseimbangan itu. Saya berani memperjuangkan hak-hak yang seharusnya setiap manusia bisa dapatkan. Saya tidak ingin menyerah untuk menghapus penindasan. "Salahkah bertindak untuk menghapus penindasan?" Salahkah para feminis yang berjuang hingga hasilnya bisa dinikmati saya atau paling tidak generasi selanjutnya?" Kalau salah, dimana letak salahnya? dan kalau boleh saya menyarankan, lebih baik anda pergi ke timbuktu. Jawab saja dalam hati.

Tanpa perjuangan mereka mungkin saya tidak bisa kuliah dan mungkin tetap di dapur dan belajar menjahit. Untuk apa takut? ketakutan itu tidak akan membuat kita kemana-mana bukan???

P.S. tribute to Mba gadis Arivia, Mba Marianna, (13th birthday of JP)
juga untuk Gadis Ranty dan Ninin

Jumat, 18 Juli 2008

Photo shoot for Change magz : Touch of Javanism











This is one of my favorite session. I took all at Schmutzer, Ragunan. Good place to runaway from your fucking spaces. Ever wonder how come it provides such a wonderful location?
Thanks to Carina as a beautiful and great model and Carolin Monteiro for those ethnic collections.

Rabu, 16 Juli 2008

Mendikte si Pendikte

Coba kita buka majalah lifestyle (baik majalah pria maupun wanita) pada saat edisi-edisi tertentu. Jika di dalam majalah tersebut terdapat rubrik fashion, bisa dipastikan ada artikel yang memberi tahu tren terkini, what's in what's out, dan berbagai macam gaya pada musim tertentu seperti "summer, fall, atau spring collection." Para ahli mode akan memberikan anjuran cara berpakaian sesuai dengan apa yang menjadi tren musim itu. Belum lagi ada berbagai merk yang mempromosikan koleksinya per musim. Ketika artikel dibaca dan kita menutup majalah, kita sudah punya 'bekal' yang mempengaruhi kita dalam menimbang apa yang akan kita pakai. Sekarang katanya lagi musim Tye Dye dan Jam tangan Nooka, skinny jeans diprediksikan meredup digantikan oleh wide leg pants ala hippie atau celana pantalon.

Itu adalah hal-hal yang disebar-luaskan oleh industri mode lewat katalog terbaru, majalah, maupun komentar para pengamat
mode. Biasanya tren dilihat dari rangkaian koleksi di berbagai Fashion Week mulai dari Milan sampai New York. Beralih ke koran, beberapa waktu lalu saya membaca artikel di sebuah koran (kalau tidak salah Media Indonesia) yang membahas tentang "The Sartorialist" sebuah blog milik Scott Schuman. Apa istimewanya blog ini? oke... saya adalah salah satu pengunjung setianya dan melihat postingan satu bulan di blog itu -menurut saya- jauh lebih bermanfaat dan masuk akal untuk referensi saya, dibanding majalah-majalah lifestyle bergengsi. Saya mengetahui blog ini sejak tahun lalu dari style.com yang menjadikannya link tersendiri. Setelah terdampar di blog simpel namun menarik ini, saya -terus terang- semakin percaya diri untuk bergaya sesuai kemauan saya. Blog ini berisi foto-foto berbagai macam orang dari berbagai kota di dunia (milan, new york, new delhi,dll) yang berpose mengenakan pakaian pilihan mereka sendiri dan dijepret oleh si Scott. Terus? Di mana letak menariknya? Yang menarik adalah orang-orang pilihan Scott itu memang orang biasa (common people) dan satu dua orang terkenal yang memiliki 'statement' tersendiri dalam berpakaian. Ada yang menggabungkan setelan t-shirt jeans dengan Doc Marten ukuran besar, ada juga yang hanya mengenakan black dress tertutup dengan turtle neck, polos tanpa hiasan namun terlihat sangat berkarakter, dan masih banyak lagi everyday-ordinary-but-cult style. Blog ini begitu terkenal di kalangan pecinta fashion bahkan banyak perancang terkenal yang menjadikan gaya-gaya orang tersebut sebagai inspirasi dan tampilan mood boardnya. Media-media besar macam Vogue, Elle, atau GQ juga kepincut dengan kumpulan common people dalam sartorialist. Gaya yang beredar di jalanan ini ternyata berhasil mendikte para pendikte di industri fashion. Padahal bisa jadi para model dadakan itu hanya memilih pakaian berdasarkan insting dan sama sekali tidak mendapatkan sentuhan brand-brand terkenal macam Loubotin atau Miu-Miu. Padu-padan karya mereka kemudian mengusik benak perancang yang sudah kehabisan ide dan mereka juga menjadi inspirasi banyak pengamat. Agaknya ini menjadi semacam produksi-reproduksi mode dan bagi anda yang termakan bimbingan industri mode nampaknya harus mulai cerdas dalam memilih.

Coba sekarang anda kunjungi blog tersebut (thesartorialist.com), oprek archive-archive lamanya dari tahun 2006 dan anda akan tahu bahwa kepercayaan diri dalam menentukan gaya anda sendiri itu timeless. Karena saya tidak melihat zipper jacket itu ketinggalan zaman. Jangan gadaikan koleksi lama anda, maksimalkan apa yang ada di lemari, dan jangan terjebak dalam lingkaran mode... Salam Sartorial !


 
design by suckmylolly.com