Senin, 23 April 2012

24th note

Hidup itu Klise (tapi teruslah bertanya)

Biasanya menjelang bertambahnya umur, manusia kembali diingatkan untuk berefleksi maupun berintrospeksi diri. Kalau saya lebih senang menyebutnya kilas balik. Tapi yang muncul di kepala saya seringkali acak, tidak linear, seperti film-filmnya Alejandro Inarritu, Nolan atau ceritanya Charlie Kaufman. Memang frekuensi bengong jadi bertambah kalau menjelang ulang tahun, yang berarti intensitas mengupil juga makin meningkat (bengong nggak afdol kalau nggak ngupil) :p. Sambil melamun, ide-ide nggak jelas sering berkeliaran, inginnya sok mengambil kesimpulan. Lucu juga kalau melamun dengan logika, semua peristiwa yang kita ingat dikaitkan dengan kausalitas, satu peristiwa adalah premis dan yang lain adalah premis lainnya, dan jadilah kesimpulan. Beberapa minggu terakhir saya pun kena sindrom refleksi pra ulang tahun, semua lamunan saya isinya buka file-file lama yang mungkin sudah disimpan di hard drive eksternal kepala saya (kalau ada ya). Kesimpulannya dari saya sendiri hingga saat ini adalah: Hidup ini memang klise. Ya klise, seklise klise foto.hehehe Karena mungkin ada banyak peristiwa yang berkali-kali terjadi pada kita, sehingga selalu ada ungkapan yang sama untuk merepresentasikan peristiwa tersebut. Sekuat apapun kita berusaha untuk membuat hidup ini lebih berwarna dan menantang, hidup ini tidak pernah benar-benar beragam -dalam artian pengalaman. Bukan hanya soal repetisi atau replikasi, tetapi juga bukti bahwa hal-hal yang mendasar mungkin selalu benar. Dari pengalaman saya selama 24 tahun ini, berikut beberapa pernyataan klise yang sudah saya buktikan lewat pengalaman:




1. Jodoh, Rejeki, dan Kematian ada di tangan Tuhan


Bagi yang tidak mengimani Tuhan, silakan ganti dengan entitas lain, bisa dorongan alam, bisa kekuatan eksternal, atau apapun namanya. Kebetulan saya percaya Tuhan jadi saya beriman bahwa Dia memang punya Andil. Sekilas pernyataan klise ini seperti menentang adanya Free Will dalam diri manusia. Kesannya kita nggak perlu usaha untuk cari jodoh, rejeki, atau memilih mati karena semua sudah diatur Tuhan. Lagi-lagi kalau menurut saya Tuhan adalah negosiator yang handal, dan manusia juga perlu punya bargaining power untuk menulis takdirnya. Jika ada yang namanya suratan takdir, menurut saya sebenarnya kitalah yang menulis suratnya :))
Tapi harus diakui, semua kejadian yang kita alami adalah serangkaian peristiwa yang bersinggungan dengan peristiwa lain. Di situlah letak keterbatasan kita, Menjamin bahwa semuanya akan berakhir seperti yang kita inginkan. Ambil contoh untuk jodoh, mungkin kita sudah berusaha sebisa mungkin untuk menemukan yang kita cari, tapi untuk pada akhirnya orang tersebut mau menjalani semuanya dengan diri kita, tentu ini sudah di luar kuasa kita karena keputusan tersebut adalah kuasa orang yang kita 'anggap' jodoh tadi. Ratusan pengalaman saya membuktikan bahwa segala usaha saya tidak berperan 100% dalam hidup saya, mungkin hanya 70% yang bisa saya usahakan, sedangkan sisanya adalah perpaduan dari pergesekan 'kejadian' dan 'kehendak' tadi. Dan hal ini terkadang terkesan misteri sekaligus komedi.


2. Harus Tahu Kapan Mulai dan Kapan Berhenti
Pernyataan klise ini bisa berlaku untuk banyak hal, tapi bagi saya penekanannya mungkin lebih ke sebuah relasi. Baik relasi dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Sebenarnya pernyataan ini bisa membuat kita lebih peka terhadap tanda-tanda di sekitar yang sering diabaikan karena kita cenderung menutup mata demi ego kita. Kita merasa suatu hal bisa diteruskan padahal kenyataannya hanya kita yang menginginkan itu dan semuanya jadi berakhir dipaksakan. Tidak ada yang stagnan dalam hidup ini, kalau kita memaksa terus stagnan yang ada nantinya kita yang menderita. Beberapa pengalaman seperti memaksa saya untuk lebih peka terhadap tanda-tanda di sekitar saya yang menunjukkan bahwa saya tidak harus bertahan hanya karena saya mau bertahan. Kalau memang tempat itu tidak bisa lagi menampung saya, mungkin memang harus ikhlas dan harus tergerak untuk berpindah tempat.

3. Tidak ada Yang Abadi Selain Perubahan
Selalu ada paradoks antara yang nyaman dan yang menantang. Ketika semua di dunia ini berubah, saya bertekad untuk terus mengikuti perubahan. Kalau setiap sel dalam organ saya bisa terus berubah, kenapa diri saya tidak? Bukannya enggan dianggap sebagai konservatif, tapi memang tidak ada yang bisa mengelak dari perubahan. Berkaitan dengan poin di atas, bisa jadi nanti saya yang menderita kalau tidak bersahabat dengan perubahan. Tapi jujur, perubahan tidak pernah mudah bagi saya, anehnya, keadaan yang stagnan bikin saya selalu ingin melawan (ceritanya sok rebel gitu). Yang menarik dari pernyataan klise ini adalah perubahan awalnya seringkali dilihat sebagai sesuatu yang mengancam, padahal perubahan bisa membawa diri kita ke arah yang berbeda dari sebelumnya dan hal tersebut baik untuk diri kita. Hal lain yang membuat saya sangat penasaran sama perubahan adalah prosesnya. Banyak yang ingin perubahan instan, padahal perubahan butuh proses. Saya belajar untuk lebih membuka pikiran dan bersabar dalam mengalami perubahan karena jujur saja, masa transisi adalah momen yang paling menantang dalam perubahan. 




4. Teman adalah Harta yang Paling Berharga
Dalam keadaan sekritis apapun, kadang harapan hanya tersisa di teman. Saya beruntung punya banyak teman yang selalu bisa diandalkan. Saya orang yang sangat mengutamakan teman karena terbukti mampu mengobati patah hati paling pedih sekalipun #eaaa Walaupun harus diakui selalu ada saat saya ingin sendirian dan males ketemua siapa-siapa, toh kalau butuh bantuan pasti langsung menekan fast dial numbers. Saya rela kehilangan apa saja asal jangan teman, karena biarpun sedang kehilangan sesuatu, teman bisa menyediakan pertolongan pertama pada kekecewaan. Mereka juga jadi pengingat dan penjaga setia yang bisa menyemangati kita dalam keadaan apapun. Saran saya, kalau punya teman yang mau mendengarkan apa saja tanpa pamrih, lakukan apa saja demi dia karena ini spesies langka :))




5. Cinta Tidak Harus Memiliki


'Property is theft' kata Proudhon (gaya :p).  Bisa jadi kita makhluk yang paling posesif, kita ingin punya ini dan itu. Beda cerita kalau namanya cinta. Dulu saya nggak percaya sama sekali dengan pernyataan super klise ini. Menurut saya tadinya ini Bullshit!, mana mungkin kalau kita cinta dengan seseorang atau sesuatu kita bisa rela untuk tidak memilikinya? Sayangnya, (lagi-lagi) pengalaman sampai menginjak 24 tahun ini membuktikan kalau kepemilikan bisa menyiksa satu sama lain, atau kepemilikan justru bisa memisahkan. Kalau saya mencintai seseorang dan percaya bahwa sayalah yang harus memiliki dia tanpa melihat kenyataan sebaliknya, cinta saya terselubung oleh ego. Dan ego pada akhirnya membawa pada kebutaan, cinta yang buta lebih berbahaya daripada kapitalisme menurut saya :p. Kadang kita dibuat percaya kalau saling cinta itu harus berakhir berdua, padahal belum tentu reaksi senyawanya sama. Cinta, kepemilikan, dan kebahagiaan bisa saling bersinggungan tapi tidak saling disatukan. Saya pernah merasakan, dengan menghilangkan kepemilikan dalam cinta saya, justru kedua pihak bisa lebih bahagia. Saya punya hak untuk mencintai siapa saja, tapi untuk memilikinya? tentu lain cerita. Betapapun kecewanya saya, tidak pernah terhenti untuk membisikkan ke pikiran kalimat klise ini. Pada saat seperti itu, kalimat ini menjadi kalimat justifikasi paling juara.


6. Kata Hati tidak Pernah Salah
Saya bersyukur, lebih percaya kata hati daripada bisikan-bisikan yang terdistorsi. Sejauh ini, semua pilihan dibuat berdasarkan kata hati. Kadang kata hati bisa bikin sakit hati, tapi tak akan pernah saya sesali.




Bersyukur bisa merasakan jutaan momen dan menelan banyak pengalaman selama 24 tahun, saya masih terbuka untuk kejutan-kejutan selanjutnya. Daftar hal klise pasti akan terus bertambah. Rasanya ingin berterima kasih untuk semua orang yang pernah saya temui, kenal,  dan berinteraksi dalam hidup saya. Mereka menambah 'library' saya baik dalam konteks pengalaman, iTunes, atau bahkan hard drive :D Saya sadar kalau hidup saya hanya serpihan dari satu adonan besar yang akan terus diolah.


Saat ini saya berusaha untuk tidak berdoa untuk diri sendiri melainkan mendoakan semua orang agar ktia tidak pernah berhenti bertanya, meskipun hidup ini penuh basa-basi yang begitu klise.

0 comments:

 
design by suckmylolly.com