Tidak sampai 5 menit,
Tidak membuat keributan,
Tenang...
Hanya mengejutkan
Tidak ada aba-aba
Apalagi peluit dimulainya lomba
Tapi telah melampaui garis akhir
Secepat kilat
Seperti gempa besar yang sebentar
Dalam waktu sekejap meruntuhkan apa saja
Ya... benar....!
Apa saja...
Kita sudah dewasa
Pembenaran untuk sebuah kebaikan
Semua pasti ada jalannya
Ungkapan malas cari solusi
Mudah-mudahan tidak nyata
Hanya mengada-ada
Setengah tidak percaya...
Sigh....
Selasa, 30 Juni 2009
momentum itu tiba begitu saja
Rabu, 17 Juni 2009
"The Power of Tag"
Bisa dibilang, saya termasuk anggota baru Facebook. Ibarat anak sekolah yang kesiangan, saya termasuk yang telat dalam mengadopsi tren Facebook. Ada satu teman saya yang pantas dinobatkan sebagai Facebook Master, karena dia memanfaatkan Facebook dengan maksimal. Mulai dari mengorek sedalam-dalamnya informasi tentang seseorang, hingga mengangkat isu tertentu untuk disebarluaskan. Dia pula yang membujuk saya untuk membuat account Facebook. Saya akui, tadinya saya memang agak anti Facebook dan sempat mengkritiknya sebagai efek samping teknologi Web 2.0 yang menodai privasi dan interaksi manusia seharusnya. Agak konservatif memang, karena waktu itu saya berpikir bahwa saya tetap 'mengada' bagi diri saya ataupun orang lain tanpa perlu sign up Facebook. Sampai akhirnya model interaksi manusia di sekeliling saya terasa bergeser dengan pertanyaan "Facebook lo apa?" atau permintaan "Add FB gue ya Cin!". Akhirnya saya terseret ombak dan bergabung dengan Facebook. "Welcome to the club Cin!" tanggap teman saya Si Master Facebook tadi. Percaya atau tidak, selama 3 bulan punya FB, saya belum pernah meng-add orang tapi saya tetap kedatangan permintaan confirm. Entah bagaimana, saya berhasil mengumpulkan sekitar 100-an teman, tanpa pernah 'menjemput bola'. Gokil banget kan mahadaya si Facebook ini?!! Hal ini tentu nggak mungkin terjadi dalam interaksi biasa, kecuali anda secakep Luna Maya atau Christian Sugiono.
Ada satu hal yang mengusik saya sejak kali pertama terdaftar sebagai anggota facebook, yaitu soal "Tag Photo". Saya kembali dibuat heran dengan bertambahnya album foto saya, padahal saya nggak pernah upload foto kecuali untuk profile pictures (bahkan sampai sekarang profile picture saya kurang dari 8). Inilah ajaibnya si "Tag Photo". Teman-teman saya yang Facebook trendy (selalu update FB-nya) dengan setia men-tag saya di foto-foto yang doi upload. Men-tag? Yup, Men-tag! That's it! Saking "happening"-nya kegiatan ini, hingga memunculkan kosa kata kerja baru dalam perbendaharaan kata kita. Saya belum nemu padanan bahasa Indonesia sampai saat ini, mungkin ada yang bisa menambahkan? Soalnya sempat mengganti "men-tag" dengan "masukin" (contoh: Tag gue dong! atau Masukin gw ya!) tapi terdengar kurang enak bukan?hehehe
Perihal men-tag foto ini juga kerap jadi sengketa (lebay ahhh) di lingkup sosial kita. Tidak terhitung peristiwa-peristiwa menggemparkan akibat perilaku "Tag- men-Tag" yang tidak bertanggung jawab. Semua orang bisa mengalami keduanya, sebagai pelaku atau sebagai korban. Pernah ada satu teman saya, yang memang dianggap sebagai seksi dokumentasi angkatan di jurusan saya, mengupload plus men-Tag foto-foto kami seangkatan di era Ospek. Semua orang tahu, era ospek di zaman perkuliahan (kebetulan jurusan saya feodal akut, ospeknya satu semester) bukanlah masa kejayaan atau era yang bisa dibanggakan. Kita semua adalah itik buruk rupa yang belum berevolusi menjadi angsa. Versi halusnya, kepompong yang belum secantik kupu-kupu.
Namanya juga kelakuan junior pas ospek, sudah pasti nggak ada yang bener. Tampilan fisik maupun perilaku kita pada saat itu memang sungguh mengenaskan dan tercermin jelas di puluhan foto yang di-tag oleh pelaku. Jelas saja semua Aib dalam foto tersebut telah menjebloskan kita (korban) dalam kategori kasus pencemaran nama baik atau bahkan pembunuhan karakter (Jiahhh....emangnya RS OMNI!!). Mengingat live update-nya sangat bisa diakses dan dilihat siapapun yang menjadi teman kita, habislah citra baik nan imut yang sudah dibangun. Tidak terkecuali saya ya...! foto saya dengan pose amburadul dan candid (karena sedang tidur) mengundang cercaan dan pujian (nggak mungkin banget dipuji!hehehe). Saat mengetahui itu saya hanya bisa " Sigh...." menghela nafas panjang. Nah, mullianya saya, sama sekali belum pernah melakukan perbuatan tercela itu. Mungkin karena saya suka males upload plus nge-tagin semua anggotanya.
Saya kira, foto itu sudah hangus... atau minimal tersimpan di kotak pandora lah. Tidak akan ada yang berani membukanya. Apa daya, nasi sudah menjadi bubur. Foto-foto aib itu sudah terlanjur diunggah dan di-tag, syukur-syukur hanya segelintir yang melihat. Tapi kalau lagi apes, yah.... habislah anda. hahaha Akhirnya kritik awal saya tentang FB sukses menyerang saya sendiri. Ini memang risiko yang harus ditanggung dalam penggunaan teknologi situs jejaring sosial 2.0. Mungkin ada pintu bernama privasi yang menjaga saya dari dunia luar (publik). Sayangnya materi pintunya ternyata kaca (transparan pula. bukan kaca film yang mahal!), jadi tidak menghalangi pandangan dunia luar (publik). Jadi inget kata si engkong Marshall Mcluhan dengan generasi pos-literasinya (postliterate). Bagi generasi ini, privasi adalah kemewahan atau kutukan masa lalu. "The planet is like a general store where nosy people keep track of everyone else's business." Jangan heran kalau FB memang surganya orang-orang GU (gila urusan) yang bisa mengoprek info anda sesuai kebutuhan.
Selain mengeluh tentang "The power of Tag" saya tidak lupa ingin memuji inovasi ini. Selalu ada hikmah di balik setiap musibah (prett!) begitu juga "Tag Photo" ini. Hikmah ini saya peroleh dari seorang teman yang men-tag foto-foto semasa kelas 3 SMP yang terlihat jadul dan uncool di era sekarang ini. Semua orang punya pengalaman dalam masing-masing fotonya dan manfaat foto tentu untuk dikenang. Reaksi kita saat foto-foto jadul itu di-tag tidak jauh dari " Hah? Gue tuh? Cupu berat!" atau "Sumpah, itu kayanya bukan gue deh!" atau versi positifnya "ya ampun... imut banget ya gue waktu itu!". Foto yang nampaknya dipindai (scan) itu sungguh menggugah memori masa lalu, jadi inget waktu ini, inget waktu itu. Tapi kehebatan "The power of Tag" tidak berhenti sampai situ, dengan sistem Tag tersebut lah reuni bisa diselenggarakan atau silaturahmi terputus mulai terjalin lagi. Semenit setelah foto SMP saya itu di-tag langsung muncul ide reunian, teman-teman yang namanya belum di-tag bisa ditambahkan atau saling mencari yang belum di-tag. Dalam waktu 1 hari sudah terkumpul 20-an orang yang insya Allah menjalin silaturahminya lagi.
Harus diakui, Facebook membawa foto atau gambar ke tingkat selanjutnya. Mungkin kalau mau nyari anggota keluarga yang hilang bisa upload fotonya dan men-tag orang sebanyaknya, bisa membantu. Foto yang tadinya hanya sekedar mengabadikan momen penting dan nggak penting untuk dikenang kemudian hari, menjadi sebuah sarana untuk memperkuat jejaring. Lost and Found mungkin singkatnya. Bisa jadi ada pasangan yang 'jadi' gara-gara aktifitas Tag foto ini, siapa tahu? Foto tidak pernah seinteraktif ini, dengan satu foto yang bisa mengundang puluhan atau ratusan comment bersahut-sahutan. Saya sampai detik ini masih terkagum-kagum karena ternyata gambar-gambar itu tidak stuck di satu penikmat melainkan siapa saja bisa men-tag dan mengundang bermacam interpretasi plus komentar. Kalau dalam kategorinya Mcluhan, Foto sekarang menjadi medium yang cool karena respon-respon manusia yang di-tag. Sekarang secara harafiah saya percaya bahwa gambar berbicara lebih. Lebih rame, lebih seru, lebih 'greget', lebih ancur, ... (tambahkan sendiri sisanya)